Jatah Tertawa dan Mengis

Dulu aku berpikir jika kita memiliki jatah untuk untuk tertawa.
Maka tak heran jika kita habis terwa keras, tak lama kemudian menangis.

Karena itu aku memakai jatah tertawaku perlahan. Tak ingin terlampau beruforia dalam kebahagiaan, sewarjarnya saja. Takut jatah tertawaku habis. 

Namun, nyatanya ini bukan tentang jatah tertawa. Karena sampai saaat ini tangisku terus mengalir seakan tak habis. 

Ternyata hidup ini bukan perihal jatah tertawa atau jatah menangis. Karena keduanya sudah ada porsinya untuk setiap kita. 

Mau tertawa dengan keras kalau belum waktunya menangis ya takkan menagis. 
Begitupun sebaliknya. Mau kita menahan tawa berharap sedih itu tak datang jika waktunya sedih akan tetap menangis.

Satu-satunya yang bisa lakukan adalah menerimanya. Menerima kesedihan dengan sabar. Dan menerima bahagia dengan syukur. 

Aku tahu ini tak mudah, tapi aku yakin kamu bisa.  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hi Kenalin

Road to Al Muzzammil, Stand by you, Ngafal Ngefeel

Hi kenalin